Mendikbudristek Nadiem Makarim tak lagi mewajibkan mahasiswa S1 mengerjakan skripsi sebagai syarat kelulusan. Namun, kata Nadiem, jangan senang dulu.
“Kemendikbudristek sudah tidak mengadakan kewajiban skripsi. Tapi saya mau mengklarifikasi, jangan keburu senang dulu bagi semuanya, karena kebijakannya adalah keputusan itu dilempar ke perguruan tinggi, seperti di semua negara lain,” kata Nadiem saat rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (30/8).
Nadiem menegaskan, pemerintah memberikan kemerdekaan kepada masing-masing perguruan tinggi hingga program studi untuk merancang status kelulusan mahasiswanya.
“Kalau perguruan tinggi itu merasa memang masih perlu skripsi atau yang lain itu adalah haknya mereka. Jadi jangan lupa reformasinya,” ujar lulusan Sekolah Bisnis Harvard, AS, ini.
“Yang kita lakukan adalah hak itu (menentukan syarat kelulusan) dipindah sekarang ke perguruan tinggi. Ya, itu besar juga inovasinya, tetapi masing-masing perguruan tinggi sekarang punya hak untuk menentukannya,” beber Nadiem.
Nadiem mengumumkan bahwa mahasiswa program sarjana (Strata/S1) yang tak lagi diwajibkan membuat skripsi sebagai syarat kelulusan pada Selasa (28/8) kemarin.
“Kita mau melakukan penyederhanaan masif pada standar nasional pendidikan tinggi dan untuk melakukan itu standar itu nggak boleh kayak juknis, jadi harus menjadi framework,” kata Nadiem dalam acara Merdeka Belajar Episode 26 bertema Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi, di gedung Kemendikbud, Jakarta.
Menurut Nadiem, saat ini ada banyak cara untuk menunjukkan kompetensi lulusan para mahasiswa. Setiap ketua prodi diberi kemerdekaan untuk mengukur standar kelulusan mereka.
“Sebelumnya mahasiswa sarjana atau sarjana terapan itu wajib membuat skripsi. Kini, tugas akhir dapat berbentuk prototipe, proyek, atau bentuk lainnya, tidak hanya skripsi,” ucap Nadiem.
Mahasiswa S2 dan S3 juga mendapat kelonggaran, yaitu tugas akhir yang mereka kerjakan tidak harus dimuat di jurnal ilmiah.
Source : www.kumparan.com